STRATIFIKASI SOSIAL DALAM MASYARAKAT
MAKALAH
Oleh:
Rianna Buchori
41151010140163
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
KOTA BANDUNG
2014 M/ 1435 H
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat keberagaman
budaya atau lebih sering dikenal dengan istilah multicultural.Dari keberagaman
masyarakat di Indonesia ini tidak jarang membuat beberapa permasalahan sosial
yang muncul ke permukaan.Salah satu dari sekian banyaknya permasalahan sosial
di Indonesia ini yaitu stratifikasi sosial.
Fenomena dari stratifikasi sosial ini akan selalu ada
dalam kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan mereka, tetapi bentuknya
mungkin berbeda satu sama lain, semua tergantung bagaimana mereka
menempatkannya. Selama dalam masyarakat itu ada sesuatu yang dihargai, dan
setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai, maka barang sesuatu
itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapis
dalam masyarakat itu.
Suatu pelapisan dalam masyarakat ini tidak selamanya
berdampak negatif. Di satu sisi, pelapisan dalam masyarakat ini akan
memunculkan beragam konflik dalam masyarakat, akan tetapi di sisi lain
pelapisan dalam masyarakat juga bisa memberikan dampak positif yaitu bahwa
dengan adanya pelapisan sosial dalam masyarakat ini akan membuat masyarakat
yang merasa hidupnya dibawah garis kemiskinan bisa menjadi lebih bersemangat
untuk menaikkan taraf kehidupannya.
Melihat fenomena diatas, penulis terinspirasi untuk
mengkaji lebih dalam tentang masalah itu, yang dituangkan dalam sebuah makalah
ini dengan memberi judul “STRATIFIKASI
SOSIAL DALAM MASYARAKAT”. Penulis berharap apa yang penulis bahas dalam
makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang tentunya dapat diteladani
bersama.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penyusunan
makalah ini guna untuk membatasi pembahasan yang akan penulis bahas, adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana
pengertian dari Stratifikasi Sosial?
2. Bagaimana
dasar timbulnya Stratifikasi Sosial?
3. Bagaimana
permasalahan Stratifikasi Sosial dalam kehidupan masyarakat?
C.
Tujuan
dan Kegunaan
1.
Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam
penyusunan makalah ini diantaranya sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui pengertian dari Stratifikasi Sosial.
b. Untuk
mengetahui dasar timbulnya Stratifikasi Sosial.
c. Untuk
mengetahui permasalahan Stratifikasi Sosial dalam kehidupan masyarakat.
2.
Kegunaan
Serta yang menjadi kegunaan dalam penyusunan
makalah ini diantaranya sebagai berikut:
a. Untuk
menambah wawasan penulis tentang pengertian stratifikasi sosial serta
permasalahan yang berkembang di dalam masyarakat.
b. Untuk
memberikan informasi baru tentang apa yang penulis bahas.
TINJAUAN
TEORITIS
A. Pengertian Stratifikasi Sosial.
Pada zaman kuno dahulu, filsuf Aristoteles (Yunani)
mengatakan di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka kaya sekali,
melarat, dan berada di tengah-tengahnya.Ucapan demikian paling tidak
membuktikan bahwa di zaman itu, dan sebelumnya, orang telah mengakui adanya
lapisan masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke
atas.Seorang sosiolog terkemuka, yaitu Pitirim A. Sorokin, pernah mengatakan
bahwa sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat
yang hidup teratur.Barang siapa memiliki sesuatu yang berhargadalam jumlah yang
sangat banyak dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atasan.Mereka yang
hanya sedikit sekali atau atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam
pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
Di antara lapisan yang atasan dan yang rendah itu, ada
lapisan yang jumlahnya dapat ditentukan sendiri oleh mereka yang hendak
mempelajari sistem lapisan masyarakat itu. Biasanya golongan yang berada dalam
lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh
masyarakat, tetapi kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Mereka yang
memiliki uang banyak akan mudah sekali mendapat tanah, kekuasaan dan mungkin
juga kehormatan, sedangkan mereka yang mempunyai kekuasaan besar mudah menjadi
kaya dan mengusahakan ilmu pengetahuan.
Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut dalam sosiologi
dikenal dengan social stratification.Kata
stratification berasal dari stratum (jamaknya: strata yang berarti
lapisan). Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).Perwujudannya adalah
kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah.Selanjutnya menurut Sorokin,
dasar dan inti lapisan dalam masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam
pembagian hak dan kewajiban, dan tanggung jawab nilai-nilai sosial pengaruhnya
diantara anggota-anggota masyarakat (Soekanto 2012: 197-198).
Berikut ini beberapa pendapat para ahli lainnya mengenai
stratifikasi sosial :
a. P.J.
Bouman
Stratifikasi
sosial adalah golongan manusia dengan ditandai suatu cara hidup dalam kesadaran
akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan karena itu menuntut gengsi
kemasyarakatan.
b. Soerjono
Soekanto
Stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi
seseorang atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal
c. Bruce
J. Cohen
Stratifikasi sosial adalah sistem yang
menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan
mereka pada kelas sosial yang sesuai.
d. Paul
B. Horton dan Chester L. Hunt
Stratifikasi sosial adalah sistem perbedaan
status yang berlaku dalam suatu masyarakat (http://nurfadhilahtia94.wordpress.com/tag/penggolongan-dan-stratifikasi-sosial-di-indonesia/).
B. Dasar Stratifikasi Sosial
Di antara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat
lapisan yang jumlahnya relative banyak. Biasanya lapisan atasan tidak hanya
memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat.Akan tetapi,
kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Artinya, mereka yang mempunyai
uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga
kehormatan. Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan
anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut:
1. Ukuran
kekayaan
Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling
banyak termasuk dalam lapisan teratas.Kekayaan tersebut, misalnya dapat dilihat
pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya
mempergunakan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang
mahal dan seterusnya.
2. Ukuran
kekuasaan
Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang
mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan teratas.
3. Ukuran
kehormatan
Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas
dari ukuran-ukuran kekayaan dan/atau kekuasaan.Orang yang paling disegani dan
dihormati, mendapat tempat yang teratas.Ukuran semacam ini, banyak dijumpai
pada masyarakat-masyarakat tradisional.Biasanya mereka adalah golongan tua atau
mereka yang pernah berjasa.
4. Ukuran
ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh
masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.Akan tetapi, ukuran tersebut
kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat negatif karena ternyata
bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan ilmu yang dijadikan ukuran, tetapi gelar
kesarjanaannya.Sudah tentu hal yang demikian memacu segala macam usaha untuk
mendapat gelar, walau tidak halal.
Ukuran di atas tidaklah bersifat
limitative karena masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan.Akan
tetapi, ukuran-ukuran diatas dapat menentukan sebagai dasar timbulnya sistem
lapisan dalam masyarakat tertentu (Soekanto 2012: 207-208).
PEMBAHASAN
Permasalahan
Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat
Dari beberapa penjelasan sebelumnya, stratifikasi atau
lapisan sosial dalam masyarakat sudah barang tentu akan menimbulkan beberapa
permasalahan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, dirasa
perlu adanya analisa seputar masalah yang disebabkan stratifikasi sosial dalam
masyarakat. Berikut adalah salah satu artikel yang berbicara mengenai
permasalahan stratifikasi sosial dalam masyarakat:
Stratifikasi Sosial di Indonesia
Indonesia merupakan bangsa yang memiliki karakteristik
masyarakat yang majemuk.Kemajemukan tersebut yang menghasilkan adanya
stratifikasi sosial atau pengelompokan suatu masyarakat ke dalam
tingkatan-tingkatan tertentu secara vertikal.Stratifikasi sosial sebenarnya
sudah ada sejak jaman Indonesia di jajah oleh Belanda dan Jepang.Koloni
mengelompokkan masyarakat Indonesia ke dalam golongan-golongan tertentu sesuai
dengan rasnya.Akan tetapi di jaman sekarang, stratifikasi sosial tidak lagi
dikelompokkan berdasarkan ras.Stratifikasi sosial di Indonesia lebih
mengarahkan penggolongan suatu masyarakat yang dinilai dari segi status
sosialnya seperti jabatan, kekayaan, pendidikan atau sistem feodal pada
masayarkat Aceh dan kasta pada masyarakat Bali. Sedangkan ras, suku, klan,
budaya, agama termasuk ke dalam penggolongan secara horizontal.
Terdapatnya masyarakat majemuk di Indonesia tidak serta
muncul begitu saja, akan tetapi karena faktor-faktor seperti yang dijelaskan
dalam artikel Nasikun (1995) yaitu, pertama keadaan geografis yang membagi
Indonesia kurang lebih 3000 pulau. Hal tersebut yang menyebabkan Indonesia
memiliki suku budaya yang banyak seperti Jawa, Sunda, Bugis, Dayak, dan
lain-lain.Kedua ialah Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan
Samudera Pasifik yang mneyebabkan adanya pluralitas agama di dalam masyarakat
Indonesia seperti Islam, Kristen, Budha, dan Hindu. Dan ketiga ialah iklim yang
berbeda-beda dan struktur tanah yang tidak sama yang menyebabkan perbedaan mata
pencaharian antar wilayah satu dengan wilayah lainnya. Sehingga hal tersebut
pula dapat membedakan moblitas suatu masyarakat satu dengan masyarakat lainnya
dalam kondisi wilayah yang berbeda.
Kemudian Pierre L. van den Berghe dalam artikel Nasikun
(1995) menyebutkan karaktistik dari masyarakat majemuk ialah (1) Terjadinya
segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki sub-kebudayaan yang berbeda
satu sama lain, (2) Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam
lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer, (3) Kurang mengembangkan
konsensus di antara anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat
dasar, (4) Secara relatif, seringkali terjadi konflik di antara kelompok satu
dengan kelompok lainnya, (5) Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas
paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi, (6) Adanya dominasi
politik oleh suatu kelompok atas kelompok lainnya.
Masyarakat majemuk tentu rentan terhadap adanya
konflik.Hal tersebut dikarenakan etnosentrisme suatu kelompok masyarakat
terhadap kelompok masyarakat yang lainnya. Hal tersebut dirasa wajar mengingat
terdapat banyaknya suku budaya yang ada di Indonesia yang masing-masing dari
suku tersebut merasa bahwa sukunya lebih dominan dari suku lain. Seperti
pernyataan dari pendekatan konflik, bahwa masyarakat majemuk terintegrasi di atas
paksaan dari suatu kelompok yang lebih dominan dan karena ada saling
ketergantungan antar kelompok dalam hal ekonomi (Nasikun 1995, 64).
Kelangsungan hidup suatu masyarakat Indonesia tidak saja menuntut tumbuhnya
nilai-nilai umum tertentu yang disepakati bersama oleh sebagian besar orang
akan tetapi lebih daripada itu nilai-nilai umum tersebut harus pula mereka
hayati melalui proses sosialisasi (Nasikun 1995, 65). Sehingga dari proses
sosialisasi yang ditanamkan sejak dini, dapat mengurangi resiko konflik antar
masyarakat dalam pandangan yang etnosentris (http://nurfadhilahtia94.wordpress.com/tag/penggolongan-dan-stratifikasi-sosial-di-indonesia/).
Artikel diatas merupakan sebuah contoh dimana
stratifikasi sosial dapat memunculkan sebuah permasalahan atau gejolak dalam
masyarakat.Permasalahan diatas membicarakan tentang keberagaman budaya dapat
menyebabkan konflik yang didasari oleh pandangan etnosentrisme atau keinginan
untuk membuat suku budayanya masing-masing lebih unggul daripada suku budaya
yang lainnya. Tujuannya adalah bahwa suku budaya yang mereka diam di dalamnya
supaya mendapat tempat setahap lebih atas dari suku budaya lain.
Dalam konteks Indonesia, permasalahan diatas sebenarnya
tidak perlu terjadi karena sejatinya Indonesia memiliki sebuah dasar negara
yaitu Pancasila.Pancasila mengajarkan bahwa setiap masyarakatnya harus bersatu
seperti yang termaktub dalam sila ketiga yaitu “Persatuan Indonesia”.
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa
negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial.Negara adalah merupakan suatu persekutuan
hidup bersama di antara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa, suku,
ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama.Oleh karena itu perbedaan adalah
merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang
membentuk negara.Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tapi satu,
mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhinneka
Tunggal Ika.Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan
permusuhan, melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan
yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama (Kaelan
2010: 81).
Selain sila Persatuan, di dalam Pancasila juga terdapat
sila Kemanusiaan.Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara
harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang
beradab.Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan
perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat
dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak
asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara.Kemanusiaan yang
adil dan beradab adalah mengandung suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku
manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan
norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap
sesama manusia maupun terhadap lingkungannya.Nilai kemanusiaan yang beradab
adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk bermoral dan beragama
(Kaelan 2010: 80).
Jika dilihat dari perspektif agama, stratifikasi sosial
atau lapisan masyarakat mempunyai beberapa interpretasi dari masing-masing
agama.Agama Islam misalnya, di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang
menjelaskan tentang lapisan masyarakat. Seperti ayat yang berbunyi: “Hai manusia! Sesungguhnya, Kami telah
menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya, yang paling mulia di sisi Allah ialah oran yang paling bertakwa.
Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Q.S. Al-Hujurat:13).
Dari ayat diatas, jelas bahwa yang membuat manusia mulia
di sisi Allah bukanlah orang-orang yang mempunyai harta yang banyak, kekuasaan
yang tinggi, atau pendidikan yang tertinggi, melainkan orang-orang yang
bertakwa.
Berbeda halnya dengan agama Hindu, tanpa berpretensi
jelek terhadap agama Hindu yang mengakui eksistensi sistem kasta, hal ini jelas
merupakan suatu masalah moral yang besar.Yang tidak secara eksplisit membedakan
stratifikasi sosial. Mengapa, umpamanya, seorang Brahmana yang malas dan
mungkin tidak berguna memperoleh martabat sosial yang paling tinggi, sedangkan
seorang Sudra atau seorang yang tak berkasta tapi jujur dan rajin tidak hanya
dipisahkan dalam hubungan kerjanya, tetapi
juga ditolak oleh masyarakat dan tidak diperkenankan menjalankan hal-hal yang
berhubungan dengan upacara keagamaan tertentu (Kahmad 2009: 157).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan yang penulis bahas, maka dari itu penulis dapat menyimpulkan,
diantaranya:
1. Stratifikasi
sosial adalah sistem lapisan dalam masyarakat yang bertingkat secara vertical, yang
menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan
mereka pada kelas sosial yang sesuai.
2. Dasar-dasar
dalam stratifikasi sosial merupakan
ukuran seseorang dalam menempatkan dirinya sesuai dengan kelasnya.
Ukuran-ukuran tersebut diantaranya adalah kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan
ilmu pengetahuan.
3. Permasalahan
di Indonesia yang disebabkan oleh stratifikasi sosial ternyata cukup banyak,
salah satunya adalah konflik antar suku budaya yang disebabkan oleh pandangan
etnosentrisme.
B. Saran
1. Stratifikasi
sosial harus disikapi dengan bijak, karena menurut hemat penulis stratifikasi
sosial tidak selamanya berdampak negative.
2. Permasalahan
yang disebabkan oleh stratifikasi sosial sudah tentu tidak boleh tumbuh dan
berkembang di Indonesia karena tidak sesuai dengan nilai Pancasila dan nilai
Agama.
Kaelan.(2010).
Pendidikan Pancasila.Yogyakarta.Paradigma.
Kahmad,
Dadang. (2009). Sosiologi Agama.Bandung.
PT. Remaja Rosdakarya.
Soekanto,
Soerjono. (2012). Sosiologi Suatu
Pengantar.Jakarta. Rajawali Pers.