Senin, 29 Desember 2014

MAKALAH STRATIFIKASI SOSIAL



STRATIFIKASI SOSIAL DALAM MASYARAKAT

MAKALAH

Oleh:
Rianna Buchori
41151010140163







FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
KOTA BANDUNG
2014 M/ 1435 H

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat keberagaman budaya atau lebih sering dikenal dengan istilah multicultural.Dari keberagaman masyarakat di Indonesia ini tidak jarang membuat beberapa permasalahan sosial yang muncul ke permukaan.Salah satu dari sekian banyaknya permasalahan sosial di Indonesia ini yaitu stratifikasi sosial.
Fenomena dari stratifikasi sosial ini akan selalu ada dalam kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan mereka, tetapi bentuknya mungkin berbeda satu sama lain, semua tergantung bagaimana mereka menempatkannya. Selama dalam masyarakat itu ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapis dalam masyarakat itu.
Suatu pelapisan dalam masyarakat ini tidak selamanya berdampak negatif. Di satu sisi, pelapisan dalam masyarakat ini akan memunculkan beragam konflik dalam masyarakat, akan tetapi di sisi lain pelapisan dalam masyarakat juga bisa memberikan dampak positif yaitu bahwa dengan adanya pelapisan sosial dalam masyarakat ini akan membuat masyarakat yang merasa hidupnya dibawah garis kemiskinan bisa menjadi lebih bersemangat untuk menaikkan taraf kehidupannya.
Melihat fenomena diatas, penulis terinspirasi untuk mengkaji lebih dalam tentang masalah itu, yang dituangkan dalam sebuah makalah ini dengan memberi judul “STRATIFIKASI SOSIAL DALAM MASYARAKAT”. Penulis berharap apa yang penulis bahas dalam makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang tentunya dapat diteladani bersama.

B.   Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini guna untuk membatasi pembahasan yang akan penulis bahas, adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana pengertian dari Stratifikasi Sosial?
2.    Bagaimana dasar timbulnya Stratifikasi Sosial?
3.    Bagaimana permasalahan Stratifikasi Sosial dalam kehidupan masyarakat?

C.   Tujuan dan Kegunaan
1.    Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penyusunan makalah ini diantaranya sebagai berikut:
a.    Untuk mengetahui pengertian dari Stratifikasi Sosial.
b.    Untuk mengetahui dasar timbulnya Stratifikasi Sosial.
c.    Untuk mengetahui permasalahan Stratifikasi Sosial dalam kehidupan masyarakat.
2.    Kegunaan
Serta yang menjadi kegunaan dalam penyusunan makalah ini diantaranya sebagai berikut:
a.    Untuk menambah wawasan penulis tentang pengertian stratifikasi sosial serta permasalahan yang berkembang di dalam masyarakat.
b.    Untuk memberikan informasi baru tentang apa yang penulis bahas.




TINJAUAN TEORITIS

A.   Pengertian Stratifikasi Sosial.
Pada zaman kuno dahulu, filsuf Aristoteles (Yunani) mengatakan di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka kaya sekali, melarat, dan berada di tengah-tengahnya.Ucapan demikian paling tidak membuktikan bahwa di zaman itu, dan sebelumnya, orang telah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke atas.Seorang sosiolog terkemuka, yaitu Pitirim A. Sorokin, pernah mengatakan bahwa sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur.Barang siapa memiliki sesuatu yang berhargadalam jumlah yang sangat banyak dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atasan.Mereka yang hanya sedikit sekali atau atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
Di antara lapisan yang atasan dan yang rendah itu, ada lapisan yang jumlahnya dapat ditentukan sendiri oleh mereka yang hendak mempelajari sistem lapisan masyarakat itu. Biasanya golongan yang berada dalam lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat, tetapi kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Mereka yang memiliki uang banyak akan mudah sekali mendapat tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan, sedangkan mereka yang mempunyai kekuasaan besar mudah menjadi kaya dan mengusahakan ilmu pengetahuan.
Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut dalam sosiologi dikenal dengan social stratification.Kata stratification berasal dari stratum (jamaknya: strata yang berarti lapisan). Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah.Selanjutnya menurut Sorokin, dasar dan inti lapisan dalam masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, dan tanggung jawab nilai-nilai sosial pengaruhnya diantara anggota-anggota masyarakat (Soekanto 2012: 197-198).
Berikut ini beberapa pendapat para ahli lainnya mengenai stratifikasi sosial :
a.    P.J. Bouman
Stratifikasi sosial adalah golongan manusia dengan ditandai suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan karena itu menuntut gengsi kemasyarakatan.

b.    Soerjono Soekanto
Stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal
c.    Bruce J. Cohen
Stratifikasi sosial adalah sistem yang menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan mereka pada kelas sosial yang sesuai.
d.    Paul B. Horton dan Chester L. Hunt
Stratifikasi sosial adalah sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat (http://nurfadhilahtia94.wordpress.com/tag/penggolongan-dan-stratifikasi-sosial-di-indonesia/).
B.   Dasar Stratifikasi Sosial
Di antara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang jumlahnya relative banyak. Biasanya lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat.Akan tetapi, kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Artinya, mereka yang mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan. Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut:
1.    Ukuran kekayaan
Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas.Kekayaan tersebut, misalnya dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
2.    Ukuran kekuasaan
Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan teratas.
3.    Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan/atau kekuasaan.Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas.Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional.Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4.    Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.Akan tetapi, ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat negatif karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan ilmu yang dijadikan ukuran, tetapi gelar kesarjanaannya.Sudah tentu hal yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau tidak halal.
            Ukuran di atas tidaklah bersifat limitative karena masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan.Akan tetapi, ukuran-ukuran diatas dapat menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat tertentu (Soekanto 2012: 207-208).
PEMBAHASAN

Permasalahan Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat
Dari beberapa penjelasan sebelumnya, stratifikasi atau lapisan sosial dalam masyarakat sudah barang tentu akan menimbulkan beberapa permasalahan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya analisa seputar masalah yang disebabkan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Berikut adalah salah satu artikel yang berbicara mengenai permasalahan stratifikasi sosial dalam masyarakat:
Stratifikasi Sosial di Indonesia
Indonesia merupakan bangsa yang memiliki karakteristik masyarakat yang majemuk.Kemajemukan tersebut yang menghasilkan adanya stratifikasi sosial atau pengelompokan suatu masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan tertentu secara vertikal.Stratifikasi sosial sebenarnya sudah ada sejak jaman Indonesia di jajah oleh Belanda dan Jepang.Koloni mengelompokkan masyarakat Indonesia ke dalam golongan-golongan tertentu sesuai dengan rasnya.Akan tetapi di jaman sekarang, stratifikasi sosial tidak lagi dikelompokkan berdasarkan ras.Stratifikasi sosial di Indonesia lebih mengarahkan penggolongan suatu masyarakat yang dinilai dari segi status sosialnya seperti jabatan, kekayaan, pendidikan atau sistem feodal pada masayarkat Aceh dan kasta pada masyarakat Bali. Sedangkan ras, suku, klan, budaya, agama termasuk ke dalam penggolongan secara horizontal.
Terdapatnya masyarakat majemuk di Indonesia tidak serta muncul begitu saja, akan tetapi karena faktor-faktor seperti yang dijelaskan dalam artikel Nasikun (1995) yaitu, pertama keadaan geografis yang membagi Indonesia kurang lebih 3000 pulau. Hal tersebut yang menyebabkan Indonesia memiliki suku budaya yang banyak seperti Jawa, Sunda, Bugis, Dayak, dan lain-lain.Kedua ialah Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik yang mneyebabkan adanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia seperti Islam, Kristen, Budha, dan Hindu. Dan ketiga ialah iklim yang berbeda-beda dan struktur tanah yang tidak sama yang menyebabkan perbedaan mata pencaharian antar wilayah satu dengan wilayah lainnya. Sehingga hal tersebut pula dapat membedakan moblitas suatu masyarakat satu dengan masyarakat lainnya dalam kondisi wilayah yang berbeda.
Kemudian Pierre L. van den Berghe dalam artikel Nasikun (1995) menyebutkan karaktistik dari masyarakat majemuk ialah (1) Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain, (2) Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer, (3) Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar, (4) Secara relatif, seringkali terjadi konflik di antara kelompok satu dengan kelompok lainnya, (5) Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi, (6) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lainnya.
Masyarakat majemuk tentu rentan terhadap adanya konflik.Hal tersebut dikarenakan etnosentrisme suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang lainnya. Hal tersebut dirasa wajar mengingat terdapat banyaknya suku budaya yang ada di Indonesia yang masing-masing dari suku tersebut merasa bahwa sukunya lebih dominan dari suku lain. Seperti pernyataan dari pendekatan konflik, bahwa masyarakat majemuk terintegrasi di atas paksaan dari suatu kelompok yang lebih dominan dan karena ada saling ketergantungan antar kelompok dalam hal ekonomi (Nasikun 1995, 64). Kelangsungan hidup suatu masyarakat Indonesia tidak saja menuntut tumbuhnya nilai-nilai umum tertentu yang disepakati bersama oleh sebagian besar orang akan tetapi lebih daripada itu nilai-nilai umum tersebut harus pula mereka hayati melalui proses sosialisasi (Nasikun 1995, 65). Sehingga dari proses sosialisasi yang ditanamkan sejak dini, dapat mengurangi resiko konflik antar masyarakat dalam pandangan yang etnosentris (http://nurfadhilahtia94.wordpress.com/tag/penggolongan-dan-stratifikasi-sosial-di-indonesia/).
Artikel diatas merupakan sebuah contoh dimana stratifikasi sosial dapat memunculkan sebuah permasalahan atau gejolak dalam masyarakat.Permasalahan diatas membicarakan tentang keberagaman budaya dapat menyebabkan konflik yang didasari oleh pandangan etnosentrisme atau keinginan untuk membuat suku budayanya masing-masing lebih unggul daripada suku budaya yang lainnya. Tujuannya adalah bahwa suku budaya yang mereka diam di dalamnya supaya mendapat tempat setahap lebih atas dari suku budaya lain.
Dalam konteks Indonesia, permasalahan diatas sebenarnya tidak perlu terjadi karena sejatinya Indonesia memiliki sebuah dasar negara yaitu Pancasila.Pancasila mengajarkan bahwa setiap masyarakatnya harus bersatu seperti yang termaktub dalam sila ketiga yaitu “Persatuan Indonesia”.
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama di antara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama.Oleh karena itu perbedaan adalah merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara.Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika.Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan, melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama (Kaelan 2010: 81).
Selain sila Persatuan, di dalam Pancasila juga terdapat sila Kemanusiaan.Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab.Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara.Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungannya.Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk bermoral dan beragama (Kaelan 2010: 80).
Jika dilihat dari perspektif agama, stratifikasi sosial atau lapisan masyarakat mempunyai beberapa interpretasi dari masing-masing agama.Agama Islam misalnya, di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang lapisan masyarakat. Seperti ayat yang berbunyi: “Hai manusia! Sesungguhnya, Kami telah menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya, yang paling mulia di sisi Allah ialah oran yang paling bertakwa. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Q.S. Al-Hujurat:13).
Dari ayat diatas, jelas bahwa yang membuat manusia mulia di sisi Allah bukanlah orang-orang yang mempunyai harta yang banyak, kekuasaan yang tinggi, atau pendidikan yang tertinggi, melainkan orang-orang yang bertakwa.
Berbeda halnya dengan agama Hindu, tanpa berpretensi jelek terhadap agama Hindu yang mengakui eksistensi sistem kasta, hal ini jelas merupakan suatu masalah moral yang besar.Yang tidak secara eksplisit membedakan stratifikasi sosial. Mengapa, umpamanya, seorang Brahmana yang malas dan mungkin tidak berguna memperoleh martabat sosial yang paling tinggi, sedangkan seorang Sudra atau seorang yang tak berkasta tapi jujur dan rajin tidak hanya dipisahkan dalam hubungan kerjanya, tetapi juga ditolak oleh masyarakat dan tidak diperkenankan menjalankan hal-hal yang berhubungan dengan upacara keagamaan tertentu (Kahmad 2009: 157).





















PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dari pembahasan yang penulis bahas, maka dari itu penulis dapat menyimpulkan, diantaranya:
1.    Stratifikasi sosial adalah sistem lapisan dalam masyarakat yang bertingkat secara vertical, yang menempatkan seseorang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan mereka pada kelas sosial yang sesuai.
2.    Dasar-dasar dalam stratifikasi sosial merupakan ukuran seseorang dalam menempatkan dirinya sesuai dengan kelasnya. Ukuran-ukuran tersebut diantaranya adalah kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan.
3.    Permasalahan di Indonesia yang disebabkan oleh stratifikasi sosial ternyata cukup banyak, salah satunya adalah konflik antar suku budaya yang disebabkan oleh pandangan etnosentrisme.

B.   Saran
1.    Stratifikasi sosial harus disikapi dengan bijak, karena menurut hemat penulis stratifikasi sosial tidak selamanya berdampak negative.
2.    Permasalahan yang disebabkan oleh stratifikasi sosial sudah tentu tidak boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia karena tidak sesuai dengan nilai Pancasila dan nilai Agama.





DAFTAR PUSTAKA

Kaelan.(2010). Pendidikan Pancasila.Yogyakarta.Paradigma.
Kahmad, Dadang. (2009). Sosiologi Agama.Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Soekanto, Soerjono. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta. Rajawali Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar